Tuesday, October 14, 2008

If I were Pharaoh

Who’s in the world does know pharaoh? He was the emperor of a kingdom with high civilization. His kingdom stretch from Mesopotamia to Jordan valley and pharaoh is so popular from old age even until today in the age of digital millennium. The popularity story of pharaoh often tell from age to age orally and textually, three holly books of three big religions ( Islam, Christian, and Jew ) put his story. If I was pharaoh, of course I will be proud of my popularity that never fades away along the time. Who is in this world that doesn’t want to be popular?

The title of pharaoh was so prestigious, this top executive title, made him an absolute leader in the kingdom of Egypt. His words became law in his entire authority. If I was pharaoh, of course, my authority and title I have had would make me powerful. All of my words don’t matter right or wrong should be implemented in entire kingdom. With my power in hand, people would come to me respectfully, they would bend their knee in front of me, and the licker would scheduled themselves to meet with me, they came with all world pleasures and follow my words, and even, they would not mind if I ask them to kiss my ass, or grovel at my feet. Who is in this world that doesn’t want to have such a big authority like that? Especially for someone that ever felt the sweetest feeling of had an authority in his arm.

Kingdom of pharaoh where the people knew alphabetical, pictograph, hieroglyph, hieratik and demotik, while half of world still covered with illiteracy.Their great progress in technology made them able to built huge buildings; karnax-luxor, Sphinx or pyramids. Their knowledge in land and soil made hot land of Africa dessert became agrarian land, and made his kingdom wealth and prosperous. And pharaoh as a king and also as the most number one man in wealth and prosperous from Egypt empire, should also become the only number one in wealth and prosperous amongst all man in his kingdom, no matter with his dummy people who’s suffered of his forced labor to built huge buildings, the important thing upon it, pharaoh has announced policy to fed them (in small portion) three times a day. And actually that policy was too good for them, though his people had to face sunburn, sweat and work hard, or even die, because of could not hold the burden of life that worsened day by day. If I was pharaoh with his intellectuality and his wealth; I am going to be rich time by time, my brain will help to make idiocy growing forever, and they can not do anything because of their stupidity, they afraid of my super power ability to intimidate them. Who is in this world that doesn’t want to be rich, smart, and fear some?

The end of pharaoh story is contemptible: he drown within red sea! Pharaoh face the end of his life gasped in the middle of wild waves, lamentably asked for his friends help and his solid soldiers in vain. His repent and forswear rejected because his breath already in throat, his never ending regret came while Izrail the death angel, pulled out harshly his spirit from his body. From popular life, had authority, smart with his intellectuality, rich and fear some in entire country, pharaoh ended his life within su’ul khatimah bad end of life. If I was pharaoh that should face a tragic dead like pharaoh, better for me to think hundred, thousand, and million times to act badly, ignore, cruel, greedy, and despotic. Who is in this world that want to face death like that? Only stupid person and slave of lust that agree to face his death like pharaoh. So, no way man, I cancel my wish to be pharaoh.

“Ya Allah do not make myself like pharaoh, do not make myself stupid, do not make myself slave of lust and do not put me within su’ul khatimah at the end of my life...”

Tuesday, January 22, 2008

CINTA SEGITIGA

Sejarah telah mengenal cinta sejak Nabi Adam masih berada di taman surga, hingga akhirnya beliau diturunkan ke bumi pun karena cinta. Cintanya pada Siti Hawa yang berhasrat terhadap buah quldi membuat Adam tergoda hingga kedua nenek moyang manusia ini terusir dari surga. Lantas apa makna cinta dalam kehidupan manusia, apakah cinta membahagiakan atau malah membawa malapetaka.

Tak dapat dipungkiri cinta seperti mata uang yg punya dua sisi berbeda. Cinta dapat membahagiakan hati hingga berbunga-bunga, membuat bibir tersenyum bahagia dan paras selalu gembira atau sebaliknya, membuat muka bermuram durja, berputus asa, menjadi gila, atau bahkan merenggang nyawa. Tapi cinta yg membahagiakan tidak berhenti hanya sampai pada definisi diatas, ia akan terus melangkah maju ke titik paripurna. Titik dimana cinta dipenuhi rahmatNya, hingga kehidupan tak pernah putus dari barakahNya dan dikelilingi harapan agar selalu berada dalam ridhoNya

Hanya dititik paripurna ini kita dapat menemukan cinta segitiga. Cinta segitiga? Ya cinta segitiga. Jika selama ini idealnya cinta hanya terjadi antara dua pihak, maka cinta dititik paripurna ini ditentukan oleh satu pihak lagi, yaitu : Allah sang maha pencinta. Kisah ratu cantik jelita Balqis penguasa negri Saba yang jatuh cinta terhadap nabi Sulaiman AS, lalu mereka berdua berserah diri kepada Allah adalah salah satu kisah cinta segitiga yang termaktub dalam surah An Naml 27:44.Atau kisah cinta Zulaikha terhadap Nabi Yusuf yang semakin mendalam ketika mengetahui keistiqomahan Yusuf dalam menjaga amanah Allah terhadap ketampanannya, atau Khadijah yang terpesona oleh nabi Muhammad SAW Al Amin dalam berniaga, yang dilandasi kejujuran yang dipegang teguh sebagai sebuah nilai ibadah kepada Allah Ta’ala .

Cinta-cinta tersebutlah yang akhirnya mengapai titik paripurna hingga mampu membawa keabadian tak hanya didunia tapi sekaligus mampu untuk merengkuh surga dalam genggaman. Cinta tanpa Allah SWT dipihak ke tiga, tidak akan mampu untuk mencapai keabadian cinta sejati, malah besar kemungkinan hanya akan menjerumuskan ke dalam jurang kemaksiatan. Jika cinta segitiga mampu untuk meluruskan yang salah, membangkitkan ghirah ibadah, dan saling bahu membahu menuju ketakwaan kepada Allah, maka cinta selain itu hanya mampu menghasilkan kefanaan, kebahagian semu yang hanya bisa dinikmati secara sementara, tanpa nilai keabadian yg sesungguhnya.

Berapa banyak pemuda dan pemudi yang mabuk kepayang oleh cinta hingga terjerumus ke jurang kemaksiatan dan terjerembab dalam dekadensi moral sebagai manusia. Hal ini diperparah oleh era globalisasi dan arus informasi, hingga cinta akhirnya hanya didefinisikan dalam arti yang sangat sempit dan menjalar hingga ke pelosok negeri. Sinetron-sinetron picisan yang hanya menampilkan cinta sebagai ketampanan, kecantikan, harta dan keturunan makin mengkerdilkan arti cinta yang abadi. Celakanya makin banyak orang yang mengikuti apa yang menjadi tontonan keseharian mereka. Buat mereka tak perlu ada sisi Ilahiah dalam bercinta.

Sebagai seorang muslim yang dikaruniai cinta tentunya jalan bercinta seorang muslim pun tak boleh lepas dari sisi agama. Pantang bagi seorang muslim untuk menyerahkan cintanya hanya untuk tujuan sempit semata. Proses pencarian cinta harus dibina dari diri pribadi terlebih dahulu. Bukankah Yusuf AS yang tampan rupawan terlebih dahulu bertakwa kepada Allah atas godaan dahsyat yg menimpanya di sebuah ruang yg dapat membawanya menuju kemaksiatan, sebelum akhirnya menemukan “ Zhulaikha yang sholeha “ sebagai pasangan hidupnya, atau Musa AS yang memilih berjalan di depan dua anak gadis nabi Syu’aib, Shofurriya dan Layya ditengah gurun, sekembalinya dari sebuah oase demi menjaga pandangannya sebagai perwujudan keimanan yang teguh. Hingga akhirnya menimbulkan atensi yang dalam dari nabi Syu’aib lalu menikahkan Musa AS dengan salah satu anak gadisnya. Peningkatan ketakwaan dan pengertian dasar arti cinta yang akan membawa keabadian harus tertanam terlebih dahulu agar tak tersesat dalam kefanaan dan godaan syaithan.

Ketika cinta segitiga sudah menemukan bentuknya maka ia tak akan menjadi sia-sia. Tapi cinta segitiga dalam keadaan ini pun harus terus dipantau dan di jaga. Ada tanggung jawab yang teramat berat di cinta segitiga, tanggung jawab Mitsqalan Ghaliza. Seorang muslim yang dengan kesadaran hati menyatakan kabul terhadap ijab dari wali seorang wanita, maka ia harus bertanggung jawab total terhadap detik demi detik kehidupan berikutnya dari wanita tersebut. Bayangkan, ada transfer tanggung jawab atas kehidupan seorang manusia. Tugas berat memikul tanggung jawab seperti ini tidak bisa dibuat bercanda atau main-main, ada pertaruhan yang berat didalamnya yang dapat membawa jiwa terhempas ke neraka karena lalai dalam tanggung jawab atau menerbangkan raga ke surga dikarenakan kesuksesan mempertanggung jawabkannya di depan mahkamah yang paling adil di yaumil jaza.

Tanggung jawab seberat ini dan resiko yang harus dihadapi terkadang tak disadari oleh banyak manusia yang mabuk kepayang oleh apa yang mereka namakan cinta. Mereka tak menyadari, bahwa dibalik cinta itu ada tanggung jawab dan setelah tanggung jawab itu ada ganjaran. Dan insan kamil yang telah memahami dengan baik tentang makna cinta akan berusaha memburu ganjaran itu, karena ganjaran atas cinta di garis Ilahi tak lain adalah surga dengan mata air yang mengalir didalamnya, dengan segala keindahan yang belum pernah dilihat, dan melebihi keindahan apapun dalam benak seorang manusia.

Indah, ketika seorang manusia mendapat cinta yang berujung surga. Tapi alangkah naïf jika menginginkan surga tanpa usaha, tanpa kesabaran, tanpa menghindari bujuk rayu syaitan. Tak boleh ada cinta yang buta bagi seorang muslim, karena lika-liku cintanya selalu diterangi oleh cahaya Ilahi. Mereka sabar memelihara cintanya dan berusaha memenuhi cintanya dengan cahaya Ilahi agar bentuk cinta mereka tetap segitiga. Dicinta segitiga ini Allah SWT selalu mendekap mesra, berjalan beriringan, dan mengisi tiap langkah kehidupan insan yang jatuh cinta, hingga tapak-tapak kaki mereka akan menginjak gerbang surga.

Cinta segitiga inilah yang akhirnya dapat memberikan kebahagiaan sejati, kebahagiaan yang mungkin tidak hanya dinikmati oleh yang terkait didalamnya tapi juga yang berada diluar sisinya. Ada kebahagiaan dari orang tuanya, anak-anaknya hingga cucu-cucunya dan bahkan dari malaikat- malaikat yang tersenyum bahagia atas cinta mereka.